Dengan tauhid, islam menegakan
perbedaa pendapat dan keyakinan, dan jika perbedaan keyakinan dapat ditolerin
dalam hal palaing mendasar seperti dalam keimanan, tentunya sikap tenggang rasa
lebih lagi diperkenkan dan mengelola perbedaan pandangan politik dan ideologi.Citra
diri Gus Dur sangat beragam. Selain sebagai intelektual,budayawan, dan
politikus,Gus Dur adalah seorang kiyai dan guru sufi yang hidup dari sumber
tradisi dimana ia berasal. Tradisi ini menjadi basis Gus Dur berngakat dan
berdielaktika dengan zaman realitas sosial. Bagwa kemudian Gus Dur mempelajari ilmu-ilmu sosial kritis, kebudayaan, dan dinamika
peradaban bangsa lain, di luar tradisi tempat dia berasal, tidak dinafikan ikut
membentuk jati dirinya.
Tradisi yang menghidupi
Gus Dur bersumber dari keyakinan dan sikap hidup seorang Ahlussunah Waljama’ah
an-Nahdiliyah yang berasal dari pesantren , di smaping sebagai yang hidup
lingkungan lokal keindonesiaan dengan tradisi panjang nusantara . Dari tradisi
seorang aswaja AN-Nadhiliyah ini , nilai tauhid menjadi poros dalam keyakinan
Gus Dur dan kmudian membentuk sikap peribadinya, dan apa yang terlihat dalam
diri Gus Dur adalah cermin nilai-nilai tauhid dalama hidup nya dari aspek-aspek
yang dikenal manusia lewat sikap-sikapnya yang harus berdialetika dengan
konteks sosial dan sisi kemanusiaannya, bukan seorang syaikh sufi yang membaiat
para murid, dan bukan sufi yang membela doktrin-doktrin tasawuf dengan berbagai
kitab dan perdebatan. Dan dalam cerita K.H Chlolil “Di mobil, sayaa mengamati
Gus Dur lakunya mengambil mazhab kedua yaitu menduniakan akhirat dan
mengakhiratkan dunia. Dia bahkan memilih yang pahalanya besar.seperti
silaturahmi, menyenangkan saudara (meski tidak jarang membuat kesal orang lain
akan sikapnya) .
Hal penting yang
dikemukakan K.H. Cholil Bishiri (kiai yang juga sangat mengagumi al-Hikam
karangan ibnu Atha’illah Al-Sakandari sebagai mana Gus Dur) tentang laku Gus
Dur yaitu mengakhiratkan dunia dan menduniakan akhirat. K.H. Cholil Bishiri
memberikan arti dari laku itu sebagai : melakukan kegiatan sosial
kemasyarakatan ketimbang ibadah mahdhah. Dan dengan kata lain “menduniakan akhirat
dan mengakhiratkan dunia” juga bisa dibaca : menerjemahkan aspek langit sebagai hasil dari
suluk-nya .
Dan Gus Dur memiliki
secara konstan dan istiqomah melayani masyarakat, umat,bangsa,dan manusia.
Basis yang digunakan Gus Dur untuk melakukan pelayanan adalah nilai-nilai
tauhid, keadilan, kesetaraan, kemanusiaan, persaudaraan, toleransi, pembebasan, menghargai
pengetahuan lokal, dan lain-lain. Nilai-nilai yang mendasari ini pernah dirumuskan
oleh murid-murid Gus Dur, yang kemudian menjadi 9 nilai dasar yang digunakan
dalam kaderisasi jaringan gusdurian. Bentuk pelayanan Gus Dur
mengejawantah dalam pengabdian kepada umat islam, kepada masyarakat bangsa,
kepada negara, dan kepada dunia. Diantara bentuk yang dipilih adalah posisinya
yang menjadi pemimpin jam’iyah NU,ketua Fordem,dan banyak yang lain. Dari
berbagai peran pelayanan ini , GusDur menjadi pemimpin yang menggerakan
masyarakat untuk melakukan pembenahan terus-menerus, tanpa mengeluh lelah,
Dengan tetap brsandarkan pada nilai-nilai luhur di atas.Sejauh yang disampaikan
dalam melakukan pelayanan, Gus Dur selalu menempuh upaya-upaya yang menekankan
dinamisasi, bukan revolusi fisik yang berdarah-darah, dan konsisten memilih
jalan nirkekerasan dalam melakukan tindakan. Dalam aspek dinamisasi ini,Gus Dur
selalu ingin memelihara aspek kesinambungan dengan tradisi di masyarakat yang
ada dan pada saat yang sama tidak kehilangan elan vitalnya untuk menatap masa
depan. Karena menurutnya ‘’meneruskan tradisi secara dinamis jauh lebih bert
dan sukar daripada membuat tradisi itu sendiri’’(dalam pergulatan
negara,agama,kebudayaan).
Sedangkan jalan damai,
musyawarah, dialog, rekonsiliasi, menempuh jalur hukum ,protes,dan sejenisnya
adalah jalan-jalan yang ditempuh dan diajarkan kepada masyarakat sebagai jalan
nirkekerasan. Jalan hidup itu,diajarkan Gus Dur dalam berbgai tulisan dan
sikap-sikap yang diambil di dunia publik.Dan melayani masyarakat secara
istiqomah adalah pekerjaan yang tidak kecil dan tidak mudah, karena sang salik
harus mendahulukan kepentingan masyarakat,murah hati, dan akhlak-akhlak mulia
lain dalam dimensi sosial.Bagian dari sikap melayani masyarakat secara muta’addi
itu, secara khusus Gus Dur memiliki laku untuk mencerdaskan masyarakat agar
ingin berfikir dan bertindak demi suatu kepentingan yang panjang, tidak sesaat,
tidak mementingkan citra. Bentuk yang dipilih Gus Dur untuk mencerdaskan
masyarakat adalah menulis artikel, menerjemahkan buku, menyampaikan ide di
forum-forum seminar, mengaji kitab kuning di pesantren, melakukan perotes
terhadap pelakuan yang tidak adil dengan demonstrasi,konsferensi pers, dan
lain-lain , sesuai dengan jamannya. Bahkan hingga Gus Dur telah terkena
serangan stroke pun, masih menyenpatkan diri untuk menulis, dengan cara
nendiktekannya kepada orang yang dipercayainnya . karena Gus Dur meresapi dan
mengumuli hadist Nabi tentang nilai yang terus-menerus mengalir pahalanya,
yaitu “ilmu yang bermanfaat” sebagaimana di sebutkan dalam hadist Nabi:
“Apabila seseorang anak Adam meninggal dunia,akan terputuslah amalnya kecuali
tiga hal, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang
shalihYang mendoakan orang tuanya” (HR Bhukori dan Muslim). Dan juga bagian
dari pelayanan adalah penampilan Gus Dur di ruang publik yang selalu menyuguhkan
humor-humor dan sangat menggembirakan bagi yang mendengarnya, yang menarik lagi
humor-humor Gus Dur banyak memberikan catatan otak bagi pendengarnya : satu
sisi , humor-humor mentransformasikan pengetahuan, dan di sisi lain bernilai
menggembirakan orang lain.
Bagi Gus Dur humor adalah ekspresi
kewarasan dan karenanya tidak perlu dicurigai, apalagi dipandang secara sinis.
Gus Dur menyebutnya ‘’Humor adalah ekspresi kewarasan yang paling top , sebab
dengan humor kita menabrak segala bbatasan yang ada , sebab orang yang mengerti
humor itu adalah orang yang paling sadar.
Dan pelayanan dalam
bentuk lain, juga dikemukakan K.H Cholil Bishri yang menyebutkan laku sejenis
ini adalah mempunyai kesukaan mengundang dan mengumpulkan fakir miskin .Gus Dur
sangat senang menjalin silaturahmi. Mahfud MD mengatakan”Gus Dur tidak pernah lelah
bersilaturahmi kepada siapapun, mulai dari kota besar sampai kedesa terpencil,
mulai dari sahabat karib sampai kelawan-lawan politik, mulai dari orang-orang
besar sampai orang-orang kecil”.
Dalam hal ini, Gus Dur
sering mencontohkan sosok kakenya, Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ari, yang
pergaulannya sangat luas. Meskipun berbeda politik dan pandangan dalam gerakan
masyarakat ternyata Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ari juga bersahabat dengan
Husen yang sering mampir ke tebuireng, semenjak itu Gus Dur memahami arti
pentingnya silaturahmi, yaitu meskipun berbeda politik, silaturahmi tidak boleh
putus.
JUDUL:
SULUK
GUS DUR
PENERBIT:
AR-RUZZ
MEDIA, 2013
272
HALAMAN, 13,5X20 CM
*Penulis adalah Mahasiswi Semester I Universitas Serang Raya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi Negara