Sponsor

Selasa, 07 Januari 2014

Suluk Gus Dur (Bilik-bilik Spiritual Sang Guru Bangsa)

Oleh: Eris Novalinda*
Dengan tauhid, islam menegakan perbedaa pendapat dan keyakinan, dan jika perbedaan keyakinan dapat ditolerin dalam hal palaing mendasar seperti dalam keimanan, tentunya sikap tenggang rasa lebih lagi diperkenkan dan mengelola perbedaan pandangan politik dan ideologi.Citra diri Gus Dur sangat beragam. Selain sebagai intelektual,budayawan, dan politikus,Gus Dur adalah seorang kiyai dan guru sufi yang hidup dari sumber tradisi dimana ia berasal. Tradisi ini menjadi basis Gus Dur berngakat dan berdielaktika dengan zaman realitas sosial. Bagwa kemudian Gus Dur  mempelajari ilmu-ilmu  sosial kritis, kebudayaan, dan dinamika peradaban bangsa lain, di luar tradisi tempat dia berasal, tidak dinafikan ikut membentuk jati dirinya.
Tradisi yang menghidupi Gus Dur bersumber dari keyakinan dan sikap hidup seorang Ahlussunah Waljama’ah an-Nahdiliyah yang berasal dari pesantren , di smaping sebagai yang hidup lingkungan lokal keindonesiaan dengan tradisi panjang nusantara . Dari tradisi seorang aswaja AN-Nadhiliyah ini , nilai tauhid menjadi poros dalam keyakinan Gus Dur dan kmudian membentuk sikap peribadinya, dan apa yang terlihat dalam diri Gus Dur adalah cermin nilai-nilai tauhid dalama hidup nya dari aspek-aspek yang dikenal manusia lewat sikap-sikapnya yang harus berdialetika dengan konteks sosial dan sisi kemanusiaannya, bukan seorang syaikh sufi yang membaiat para murid, dan bukan sufi yang membela doktrin-doktrin tasawuf dengan berbagai kitab dan perdebatan. Dan dalam cerita K.H Chlolil “Di mobil, sayaa mengamati Gus Dur lakunya mengambil mazhab kedua yaitu menduniakan akhirat dan mengakhiratkan dunia. Dia bahkan memilih yang pahalanya besar.seperti silaturahmi, menyenangkan saudara (meski tidak jarang membuat kesal orang lain akan sikapnya) .
Hal penting yang dikemukakan K.H. Cholil Bishiri (kiai yang juga sangat mengagumi al-Hikam karangan ibnu Atha’illah Al-Sakandari sebagai mana Gus Dur) tentang laku Gus Dur yaitu mengakhiratkan dunia dan menduniakan akhirat. K.H. Cholil Bishiri memberikan arti dari laku itu sebagai : melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan ketimbang ibadah mahdhah. Dan dengan kata lain “menduniakan akhirat dan mengakhiratkan dunia” juga bisa dibaca :  menerjemahkan aspek langit sebagai hasil dari suluk-nya . 
Dan Gus Dur memiliki secara konstan dan istiqomah melayani masyarakat, umat,bangsa,dan manusia. Basis yang digunakan Gus Dur untuk melakukan pelayanan adalah nilai-nilai tauhid, keadilan, kesetaraan, kemanusiaan, persaudaraan, toleransi, pembebasan, menghargai pengetahuan lokal, dan lain-lain. Nilai-nilai yang mendasari ini pernah dirumuskan oleh murid-murid Gus Dur, yang kemudian menjadi 9 nilai dasar yang digunakan dalam  kaderisasi jaringan gusdurian. Bentuk pelayanan Gus Dur mengejawantah dalam pengabdian kepada umat islam, kepada masyarakat bangsa, kepada negara, dan kepada dunia. Diantara bentuk yang dipilih adalah posisinya yang menjadi pemimpin jam’iyah NU,ketua Fordem,dan banyak yang lain. Dari berbagai peran pelayanan ini , GusDur menjadi pemimpin yang menggerakan masyarakat untuk melakukan pembenahan terus-menerus, tanpa mengeluh lelah, Dengan tetap brsandarkan pada nilai-nilai luhur di atas.Sejauh yang disampaikan dalam melakukan pelayanan, Gus Dur selalu menempuh upaya-upaya yang menekankan dinamisasi, bukan revolusi fisik yang berdarah-darah, dan konsisten memilih jalan nirkekerasan dalam melakukan tindakan. Dalam aspek dinamisasi ini,Gus Dur selalu ingin memelihara aspek kesinambungan dengan tradisi di masyarakat yang ada dan pada saat yang sama tidak kehilangan elan vitalnya untuk menatap masa depan. Karena menurutnya ‘’meneruskan tradisi secara dinamis jauh lebih bert dan sukar daripada membuat tradisi itu sendiri’’(dalam pergulatan negara,agama,kebudayaan).
Sedangkan jalan damai, musyawarah, dialog, rekonsiliasi, menempuh jalur hukum ,protes,dan sejenisnya adalah jalan-jalan yang ditempuh dan diajarkan kepada masyarakat sebagai jalan nirkekerasan. Jalan hidup itu,diajarkan Gus Dur dalam berbgai tulisan dan sikap-sikap yang diambil di dunia publik.Dan melayani masyarakat secara istiqomah adalah pekerjaan yang tidak kecil dan tidak mudah, karena sang salik harus mendahulukan kepentingan masyarakat,murah hati, dan akhlak-akhlak mulia lain dalam dimensi sosial.Bagian dari sikap melayani masyarakat secara muta’addi itu, secara khusus Gus Dur memiliki laku untuk mencerdaskan masyarakat agar ingin berfikir dan bertindak demi suatu kepentingan yang panjang, tidak sesaat, tidak mementingkan citra. Bentuk yang dipilih Gus Dur untuk mencerdaskan masyarakat adalah menulis artikel, menerjemahkan buku, menyampaikan ide di forum-forum seminar, mengaji kitab kuning di pesantren, melakukan perotes terhadap pelakuan yang tidak adil dengan demonstrasi,konsferensi pers, dan lain-lain , sesuai dengan jamannya. Bahkan hingga Gus Dur telah terkena serangan stroke pun, masih menyenpatkan diri untuk menulis, dengan cara nendiktekannya kepada orang yang dipercayainnya . karena Gus Dur meresapi dan mengumuli hadist Nabi tentang nilai yang terus-menerus mengalir pahalanya, yaitu “ilmu yang bermanfaat” sebagaimana di sebutkan dalam hadist Nabi: “Apabila seseorang anak Adam meninggal dunia,akan terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalihYang mendoakan orang tuanya” (HR Bhukori dan Muslim). Dan juga bagian dari pelayanan adalah penampilan Gus Dur di ruang publik yang selalu menyuguhkan humor-humor dan sangat menggembirakan bagi yang mendengarnya, yang menarik lagi humor-humor Gus Dur banyak memberikan catatan otak bagi pendengarnya : satu sisi , humor-humor mentransformasikan pengetahuan, dan di sisi lain bernilai menggembirakan orang lain.
         Bagi Gus Dur humor adalah ekspresi kewarasan dan karenanya tidak perlu dicurigai, apalagi dipandang secara sinis. Gus Dur menyebutnya ‘’Humor adalah ekspresi kewarasan yang paling top , sebab dengan humor kita menabrak segala bbatasan yang ada , sebab orang yang mengerti humor itu adalah orang yang paling sadar.
Dan pelayanan dalam bentuk lain, juga dikemukakan K.H Cholil Bishri yang menyebutkan laku sejenis ini adalah mempunyai kesukaan mengundang dan mengumpulkan fakir miskin .Gus Dur sangat senang menjalin silaturahmi. Mahfud MD mengatakan”Gus Dur tidak pernah lelah bersilaturahmi kepada siapapun, mulai dari kota besar sampai kedesa terpencil, mulai dari sahabat karib sampai kelawan-lawan politik, mulai dari orang-orang besar sampai orang-orang kecil”.

Dalam hal ini, Gus Dur sering mencontohkan sosok kakenya, Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ari, yang pergaulannya sangat luas. Meskipun berbeda politik dan pandangan dalam gerakan masyarakat ternyata Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ari juga bersahabat dengan Husen yang sering mampir ke tebuireng, semenjak itu Gus Dur memahami arti pentingnya silaturahmi, yaitu meskipun berbeda politik, silaturahmi tidak boleh putus.

JUDUL:
SULUK GUS DUR
PENERBIT:
AR-RUZZ MEDIA, 2013

272 HALAMAN, 13,5X20 CM

*Penulis adalah Mahasiswi Semester I Universitas Serang Raya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi Negara 

0 komentar:

Posting Komentar